Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Subkultur Yang Pernah Hidup di Jepang - Kebudayaan yang hidup di suatu masyarakat atau kaum merupakan sebuah simbol bagaimana masyarakat tersebut menjalani hidup setiap harinya. Setiap kebudayaan yang dimiliki suatu suku atau masyarakat akan memiliki perbedaan dengan kebudayaan yang lain. Kebudayaan bisa saja berubah mengikuti perkembangan zaman atau kondisi yang sedang dialami masyarakat bahkan bisa saja menimbulkan suatu kebudayaan baru di luar ekspetasi.
Dalam penjelasnya subculture merupakan sebuah perilaku dari sekelompok orang atau beberapa orang yang memiliki perbuatan serta kepercayaan yang berbeda dengan kultur asli kebudayaan mereka. Perkembangan sebuah subculture bahkan bisa mengubah banyak orang bukan cuma beberapa orang bahkan bisa menjadi tren masal, kita ambil saja contohnya di Indonesia seperti citayem fasion week atau Jamet. Jaman dahulu di Indonesia banyak orang yang bergaya seperti Jamet yaitu dengan berpenampilan nyentrik dengan rambut dipanjangkan.
Kebanyakan subculture budaya memiliki rentang waktu tertentu sampai akhirnya kembali padam, jika tidak begitu subculture ini semakin hari semakin sedikit pengikutnya. Penampilan dengan gaya berbeda dan dianggap 'nyleneh' ini menimbulkan pandangan negatif dari masyarakat karena seperti menganggu pemandangan, padahal mereka cuma mengekspresikan diri tanpa menyebabkan masalah untuk orang lain.
Baiklah sob kita kali ini akan membahas mengenai Subkultur Yang Pernah Hidup di Jepang jadi ikuti pembahasanya ya gan.
GYARU
|
dok: pinterest.com |
Gyaru merupakan subkultur kebudayaan dari jepang yang menyerang para kaum wanita. Perkembangan subkultur ini dimulai pada tahun 1980 an penyebab utama munculnya subkultur ini diakibarkan oleh semakin tingginya gaya materialistik perempuan di perkotaan jepang. Jadi munculnya mereka berawal dari orang-orang kota yang notabenya mereka memiliki harta yang berkecukupan bahkan kaya. Berbeda dengan jamet yang ada di Indonesia, jika disini mereka berasal dari kaum-kaum yang kurang beruntung dalam perekonomianya.
Gyaru diambil dari kata serapan bahasa inggris bernama girl yang memiliki arti perempuan. Budaya ini menyerang perempuan yang masih berada di masa anak-anak sampai remaja pada rentang umur 10 - 20 tahun. Gaya berpakaian mereka cukup menarik mata atau nyentrik dengan rambut kebanyakan diwarnai dengan warna coklat keemasan namun ada juga yang diwarnai dengan warna cerah lainya.
Gyaru dibagi menjadi 2 kelompok yaitu Shiro Gyaru merupakan gyaru yang tidak mengubah warna kulitnya, hanya saja mengubah penampilan dengan berbagai riasan mencolok, yang kedua adalah Kuro Gyaru dimana kebalikanya mereka mencoklatkan kulitnya sendiri jadi yang semula putih menjadi kecokalat-coklatan, Kuro Gyaru lebih dikenal dengan sebutan Gangguro.
Alasan Wanita Jepang Menjadi Gyaru
Para wanita jepang memilki alasanya sendiri untuk menjadi gyaru, hal tersebut dilakukan karena mereka ingin mencoba mengekspresikan fashion dirinya sendiri, bukan cuma itu saja terdapat faktor lainya yaitu seperti ingin melawan atau menentang standart kecantikan tradisional di jepang. Kita tahu bahwa kebanyakan perempuan jepang memiliki kulit putih dan cara menggunakan fashionya yang itu-itu saja. Jika tidak berpakaian seperti itu perempuan bisa jadi dianggap tidak cantik atau menarik.
Standart kecantikan itulah yang dilawan oleh kaum gyaru dengan merubah total kulit yang semula putih dijadikan menjadi warna hitam, yang semula rambut mereka hitam diubah menjadi warna warni. Dengan perjalanan waktu, semakin lama Gyaru bertumbuh pesat dan akhirnya Gyaru dibagi lagi menjadi beberapa kategori, hal ini dibuat agar mempermudah seseorang dari kaum yang ekonominya kurang baik bisa bergabung.
Kemunduran Subkultur Gyaru
Meskipun Gyaru ditunjukan untuk pemberontakan standart kecantikan di jepang tetap saja hal ini menimbulkan pandangan negatif kepada mereka karena penampilan mereka aneh-aneh, bahkan mereka dianggap orang jepang sebagai penggambaran dari setan. Salah satu setan jepang bernama Yamauba adalah setan yang hidup di gunung dengan penampilan baju comapng camping, jika terdapat orang menemui Yamauba maka dia akan mati termakan.
Entah kenapa nama dari Yamauba dipakai pembagian Gyaru dengan nama Yamanba, jadi diserap gitu kata-kata Yamauba. Pastinya dengan penampilan aneh mereka akan memunculkan tekanan sosial seperti pembullyan atau perundungan kepada kaum Gyaru. Tidak terbitnya majalah yang membahas mengenai gyaru juga menjadi salah satu faktor kemunduran Subkultur ini.
Dahulu saat masih naik besar-besarnya Gyaru banyak salon dipinggir jalan yang membuka jasa untuk menghitamkan kulit dan mewarnai rambut. Untuk masa sekarang Gyaru akan susah ditemukan kecuali gyaru yang sedikit mecoklatkan kulitnya saja. Jika kalian ingin bertemu gyaru yang masih berpenampilan nyentrik kalian hanya bisa pergi ke tempat khusus para Gyaru seperti Cafe Gyaru.
DECORA
|
dok: pinterest.com |
Decora merupakan subkultur di jepang yang berperan dalam bidang fashion sama seperti dengan Gyaru, namun disini kita nanti akan menemukan perbedaanya. Kata Decora berasal dari serapan kata Decoration yanga artinya menghias. Subkultur ini berkembang di jalanan Harajaku, mereka dapat dengan mudah dikenali, cukup dengan melihat pakaian mereka saja. Pakaian Decora memiliki corak warna warni dan memiliki banyak aksesoris.
Awal mula subkultur ini dimulai pada sekitar tahun 1990 an dan sampai sekarang masih hidup di Jepang. Harajuku disinyalir menjadi awal mula perkembangan subkultur Decora, semakin zaman berkembang subkultur ini tidak pernah mati karena perkembanganya menyebar di pusat Harajuku yang sekarang seperti menjadi kotanya fashion jepang.
Pakaian Decora memiliki kombinasi yang mencolok hal ini dilakukan agar mereka bisa dianggap kawai atau imut. Baju yang mereka pakai bisanya berwarna merah muda atau neon dengan perlengkapan seperti anak-anak. Bagi mereka penampilan seperti ini hanya untuk bersenang-senang bukan untuk melawan atau mengekspresikan berlebihan. Decora diperankan oleh anak berumur mulai 12 sampai 17 tahun.
BOSOZOKU
|
dok: pinterest.com |
Bosozoku ialah subkultur jepang yang menyukai atau menekuni tentang modifikasi sepeda motor, yah sebelas duabelas lah sama di Indoensia, di Jepang sana sepeda mototr di modif mulai dari body sepeda motor yang dibuat nyentrik dan knalpot sepeda mototr diubah bentuknya seperti dipanjangankan, bahkan ada juga yang dibuat bercabang knalpotnya.
Bosozoku mulai hidup setelah perang dunia ke 2, pada saat itu banyak dari tentara jepang yang melakukan tindakan bernama "Kamikaze" yaitu menabrakan dirinya sebagai peluru terakhir ke arah musuh, jadi saat perang dunia ke 2 berlangsung jika terdapat pilot dari tentara jepang kehabisan pelurunya maka dia akan menjadi peluru terakhir yang ditembakkan bersama dirinya sendiri. Namun terdapat juga tentara jepang yang tidak melakukan kamikaze dengan alasan apapun atau takut maka dirinya sendiri akan menganggap gagal telah menjadi manusia.
Dari tentara yang gagal inilah Subkultur Bosozoku lahir, karena mereka sudah tertanam mindset bahwa gagal menjadi manusia karena tidak melakukan kamikaze, para tentara ini sulit menyesuaikan diri dalam masyarakat, seperti sulit untuk mendapatkan sebuah pekerjaan. Akhirnya mereka berpindah haluan dari seorang tentara menjadi pengendara. Generasi pertama dari Bosozoku dikenal sebagai Kaminari Zoku, mereka mengendarai sepeda motor pada malam hari dengan suara knalpot bising. Perilaku ini mulai muncul dampaknya pada masyarakat apalagi untuk kaum remaja, banyak dari remaja dengan masalah kehidupanya seperti broken home, masalah sekolah mulai mengikuti trend ini.
Kemunculan Bosozoku Modern
Setelah berkembang di masyarakat, bosozoku mulai semakin berubah yang semula dilakukan oleh tentara sekarang dilakukan oleh anak-anak muda umur 16 sampai 20 tahun. Untuk stylenya, pada bagian rambut menggunakan gaya pampadour, pakaian dengan simbol-simbol nasionalis dibelakangnya, biasanya mereka menggunakan jaket, baju kontruksi bangunan atau pakaian lain. Penambahan aksesoris seperti masker, kacamata hitam dan juga Hachimaki (ikat kepala khas jepang) tidak luput digunakan, bertujuan agar polisi tidak bisa mengenali wajah mereka.
Semakin lama Bosozoku mulai meresahkan warga, dikarenakan mereka sudah membentuk banyak geng-geng berbahaya yang selalu memperebutkan wilayah masing-masing, setiap geng bosozoku akan dipersenjati dengan senjata seperti stik bisboll atau pipa bahkan ada juga yang membawa pisau.
Bukan sampai disana saja bahkan terdapat beberapa dari mereka sampai menjadi tangan kanan mafia besar di Jepang seperti Yakuza. Tugas mereka disuruh untuk menghantarkan barang berbahaya seperti narkoba atau senjata api. Untungnya saat masuk tahun 2000 an kebawah Bosozoku mulai sedikit, terbitnya UU di Jepang tentang Lalu Lintas mempengaruhi perkembangnya. Untuk sekarang Bosozoku hanya bergerak menggunakan sepeda motor yang ramah yaitu Skuter.
Itulah sob pembahasan kita kali ini mengenai subkultur di negara jepang. Sebenarnya subkultur di Jepang kebanyakan mengarah ke fasion namun terdapat juga yang lainya. Pengaruh sebuah subkultur bisanya berdampak besar tapi banyak dari masyarakat kurang menyenangi meskipun begitu jika mereka tidak menimbulkan kerusuhan seabiknya kita sebagai masyarakat bisa menerima perilaku "nyleneh" mereka.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.